Agama dan Masyarakat

Fungsi Agama dalam Kehidupan Masyarakat
Agama merupakan pedoman setiap umat manusia. setiap agama pasti mengajarkan untuk berbuat baik. Agama juga menuntun hidup manusia secara individu maupun bermasyarakat. Kali ini saya akan menjelaskan fungsi-fungsi agama dalam masyarakat menurut Prof. Dr. H. Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Agama.

1.          Fungsi Edukatif. Fungsi yang pertama ini adalah fungsi secara dasar-dasar hukum agama yang menyuruh/mengajak para pemeluknya untuk berbuat baik dan melarang untuk berbuat hal-hal buruk. Sehingga para pemeluknya merasa takut untuk berbuat dosa. Dan akan terbiasa dengan perilaku baik dan meninggalkan perilaku buruk
2.         Fungsi Penyelamat. Fungsi ini adalah fungsi perspektif masing-masing agama. Setiap agama menjamin bahwa pemeluknya akan masuk surga bila melakukan perbuatan baik dan mengikuti seluruh ajaran agama tersebut. Maka setiap pemeluk agama pasti nya mendambakan surga dan berlomba-lomba untuk berbuat baik
3.         Fungsi Perdamaian. Fungsi ini memberikan kedamaian pada orang yang bersalah ataupun berdosa. Setiap individu ataupun kelompok pasti pernah melakukan dosa. Maka mereka akan mencapai kedamaian batin melalui bertaubat dan mengubah cara hidup mereka.
4.         Fungsi Kontrol Sosial. Fungsi ini membentuk penganutnya makin memperhatikan masalah-masalah sosial seperti, kemiskinan, ketidak adilan, kemaksiatan, dll. kepekaan ini juga yang mendorong kita tidak bisa melihat hal-hal diatas dan membiarkannya begitu saja.
5.         Fungsi Pembaharuan. Fungsi ini dapat merubah kehidupan pribadi ataupun kelompok menjadi kehidupan baru yang lebih baik. Agama terus-menerus dapat mempengaruhi perubahan nilai dan moral bagi kehidupan masyarakat dan bernegara.

Dimensi Komitmen Agama.

Dimensi komitmen agama menurut Roland Robertson :
a. dimensi keyakinan mengandung perkiraan/harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu.
b. Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata.
c. Dimensi pengerahuan, dikaitkan dengan perkiraan.
d. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, semua agama mempunyai perkiraan tertentu.
e. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan.


Tiga Tipe Kaitan Agama dengan Masyarakat.

Tiga tipe kaitan agama dengan masyarakat :
a. masyarakat dan nilai-nilai sacral
b. masyarakat-masyarakat praindustri yang sedang berkembang
c. masyarakat-masyarakat industri sekuler


Perlembagaan Agama
Agama begitu universal, permanen (langgeng) dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Agama melalui wahyunya atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia guna memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat dunia dan di akhirat, di dalam perjuangannya tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehidupan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan. Dan terbentuklah organisasi keagamaan untuk mengelola masalah keagamaan. Yang semula terbentuk dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi, kemudian menjadi organisasi kegamaan yang terlembaga. Lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, ide- ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Tampilnya organisasi agama akibat adanya kedalaman beragama, dan mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan dan sebagainya.




Agama,Konflik dan Masyarakat
          Contoh-contoh dan Kaitannya tentang Konflik yang ada dalam Agama dan Masyarakat
Agama dalam satu sisi dipandang oleh pemeluknya sebagai sumber moral dan nilai, sementara di sisi lain dianggap sebagai sumber konflik. Menurut Afif Muhammad : Agama acap kali menampakkan diri sebagai sesuatu yang berwajah ganda”. Sebagaimana yang disinyalir oleh John Effendi yang menyatakan bahwa Agama pada sesuatu waktu memproklamirkan perdamaian, jalan menuju keselamatan, persatuan dan persaudaraan. Namun pada waktu yang lain menempatkan dirinya sebagai sesuatu yang dianggap garang-garang menyebar konflik, bahkan tak jarang, seperti di catat dalam sejarah, menimbulkan peperangan.
Sebagaiman pandangan Afif Muhammad, Betty R. Scharf juga mengatakan bahwa agama juga mempunyai dua wajah. Pertama, merupakan keenggaran untuk menyerah kepada kematian, menyerah dan menghadapi frustasi.
Kedua, menumbuhkan rasa permusuhan terhadap penghancuranb ikatan-ikatan kemanusiaan. Fakta yang terjadi dalam masyarakat bahwa “Masyarakat” menjadi lahan tumbuh suburnya konflik. Bibitnya pun bias bermacam-macam. Bahkan, agama bias saja menjadi salah satu factor pemicu konflik yang ada di Masyarakat itu sendiri.